PERCOBAAN I
ANALISIS MULTI KOMPONEN CAMPURAN KOBALT DAN KROM
I.
Tujuan
Mengetahui cara analisis multi komponen
campuran kobalt dan krom.
II.
Tinjauan
Pustaka
Menurut Anonim
(2012), kobalt adalah
suatu unsur kimia dalam tabel
periodik
yang memiliki lambang Co dan nomor
atom 27.
Elemen ini biasanya hanya ditemukan dalam bentuk campuran di alam. Elemen
bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif, adalah logam berwarna abu-abu
perak yang keras dan berkilau.
Ketersediaan unsur kimia kobal tersedia di
dalam banyak formulasi yang mencakup kertas perak, potongan, bedak, tangkai,
dan kawat.
Menurut Anonim (2012), kromium
adalah sebuah unsur kimia
dalam tabel periodik
yang memiliki lambang Cr dan nomor atom
24.
Kromium
trivalen (Cr(III), atau Cr3+) diperlukan dalam jumlah kecil dalam metabolisme
gula
pada manusia. Kekurangan kromium trivalen dapat menyebabkan penyakit yang
disebut penyakit kekurangan kromium
(chromium deficiency). Kromium merupakan logam tahan korosi (tahan
karat) dan dapat dipoles menjadi mengkilat. Dengan sifat ini, kromium (krom)
banyak digunakan sebagai pelapis pada ornamen-ornamen bangunan, komponen
kendaraan, seperti knalpot pada sepeda motor, maupun sebagai pelapis perhiasan
seperti emas,
emas yang dilapisi oleh kromium ini lebih dikenal dengan sebutan emas putih.
Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.
Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar
terdiri atas panjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya
tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan
kesan subyektif akan ketampakan (vision). Dalam analisis secara
spektrofotometri terdapat tiga daerah panjanggelombang elektromagnetik yang
digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380nm), daerah visible (380
– 700 nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm)(Khopkar,
1990).
Spektrofotometri
visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak
adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat
oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan
memiliki energi sebesar 299–149 kJ/mol (Anonim, 2012).
Pada
spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan lampu
tungsten yang sering disebut lampu wolfram.
Wolfram merupakan salah satu unsur kimia, dalam tabel periodik unsur wolfram
termasuk golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB atau golongan 6 dengan
simbol W dan nomor atom 74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada
spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang
sangat tinggi yakni 5930 °C (Anonim, 2012).
Menurut
Anonim (2012), berikut adalah 2 jenis spektronic 20 yang bekerja pada rentang
panjang gelombang sinar tampak. Gambar pertama merupakan spectronic-20 lama
yang sudah jarang bahkan mungkin tidak diproduksi lagi. Sedangkan gambar kedua
adalah spectronic-20 terbaru.
Panjang
gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang
dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut λmaks.
Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama,
maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil
(Anonim, 2012).
Berdasarkan
hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau l
harganya 1 cm dapat diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya
konsentrasi makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi,
begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin
rendah (Anonim, 2012).
Kromium dan ion kobalt menyerap cahaya
tampak meskipun maximal absorbansi mereka cukup baik dipisahkan. Dengan
mengukur absorbansi pada dua panjang gelombang yang berbeda dari larutan yang
mengandung ion, adalah mungkin untuk secara bersamaan menentukan konsentrasi dari
setiap ion dalam larutan. Sebuah larutan tidak diketahui mengandung spesies d
analisis menggunakan spektrofotometer
(Anonim, 2012).
Menurut
Sikanna, R. (2012), Terdapat dua kemungkinan apabila dua komponen yang
berlainan dicampurkan dalam satu larutan. Adanya interaksi akan merubah
spektrum absorpsi dimana absorpsi larutan campuran akan merubah jumlah aljabar
dari absrpsi dua larutan dari masing-masing komponen yang terpisah. Jadi,
spektrum absorpsinya merupakan campuran bersifat aditif.
Menurut
Sikanna, R. (2012), analisa benar yang dapat dilakukan dengan perhitungan
menggunakan hukum Lambert-Beer.
A
= a b c
Bila
menggunakan kuvet yang sama maka A = k. C
Karena
dalam percobaan ini hanya ada dua komponen maka diperlukan persamaan dari dua
panjang gelombang berlainan agar C1 dan C2 dapat juga
dihitung, jadi :
A1
= k11 C1 + K12 C2
A2
= k21 C1 + K22 C2
K
dapat diperoleh dari kemiringan kurva standar sedangkan A dari hasil
pengukuran.
III.
Alat
dan Bahan
3.1 Alat
1. Spektronik
20
2. Gelas
ukur 25 mL
3. Pipet
tetes
4. Labu
ukur 25 mL
5. Gelas
kimia
6. Kuvet
7. Erlenmeyer
25 mL
8. Botol
semprot
9. Rak
tabung
3.2 Bahan
1. Tissue
2. Larutan
Kromium (III) Klorida
3. Larutan
Kobalt (II) Klorida
4. Akuades
IV.
Prosedur
Kerja
1. Keaditifan
absorbansi larutan Cr3+ dan Co2+
a. Menyiapkan
larutan :
·
Mengencerkan
larutan CrCl3 0,188 M menjadi larutan dengan konsentrasi 0,02 M
·
Mengencerkan
larutan CoCl2 0,188 M menjadi larutan dengan konsentrasi 0,075 M
·
Mencampurkan
larutan CrCl3 0,02 M dengan CoCl2 0,075 M ke dalam labu
ukur 25 ml.
b. Mengukur
absorbansi ketiga larutan diatas pada panjang gelombang 400 – 620 nm, tiap
kenaikan 20 nm dengan air sebagai blanko.
c. Berdasarkan
data yang diperoleh dibuatlah dalam satu kertas grafik spektrum absorpsi
masing-masing dari ketiga larutan tersebut kemudian menjumlahkan spektrum
absorbsi Cr3+ dan Co2+. Memeriksa keaditifannya.
2. Nilai
k
a. Dari
grafik diatas menentukan nilai atau letak puncak maksimum spektrum Cr3+
dan Co2+.
b. Menyiapkan
larutan Cr3+ dan Co2+ dengan konsentrasi :
Cr3+ : 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M
Co2+ : 0,0188; 0,0375; 0,0564; 0,0752 M
Menukur absorbans
masing-masing pada λCr dan λCo. Maka dapat membuat 4
(empat) kurva standar :
i.
Cr3+ pada λCr
ii.
Cr3+ pada λCo
iii.
Co2+ pada λCr
iv.
Co2+ pada λCo
Menghitung
nilai k pada masing-masing panjang gelombang tersebut.
3. Analisa
Contoh Campuran
Menetapkan komposisi
campuran yang diberikan dengan jalan mengukur A (absorban) larutan itu pada λCr
dan λCo dan dari nilai-nilai k yang sudah diperoleh.
V.
Hasil
Pengamatan
1. Keaditifan
absorbansi larutan Cr3+ 0,188 M,
Co2+ 0,188 M dan Cr3+
0,188 M + Co2+ 0,188 M
λ
|
Absorbansi (A)
|
||
Cr3+
|
Co2+
|
Campuran Cr3+
+ Co2+
|
|
400
|
0,322
|
0,079
|
0,188
|
420
|
0,307
|
0,048
|
0,183
|
440
|
0,237
|
0,076
|
0,155
|
460
|
0,162
|
0,03
|
0,123
|
480
|
0,12
|
0,035
|
0,092
|
500
|
0,128
|
0,044
|
0,096
|
520
|
0,161
|
0,039
|
0,107
|
540
|
0,213
|
0,043
|
0,127
|
560
|
0,27
|
0,039
|
0,141
|
580
|
0,284
|
0,017
|
0,153
|
600
|
0,256
|
0,003
|
0,142
|
620
|
0,202
|
0,01
|
0,124
|
2. Nilai
k
a. Untuk
Larutan Cr3+
Sampel
|
A (λmaks Cr = 400)
|
A (λmaks Co = 400)
|
Cr3+ 0,01
|
0,199
|
0,190
|
Cr3+ 0,02
|
0,465
|
0,470
|
Cr3+ 0,03
|
0,625
|
0,317
|
Cr3+ 0,04
|
0,654
|
0,658
|
Cr3+ 0,05
|
0,586
|
0,625
|
b. Untuk
Larutan Co2+
Sampel
|
A (λmaks Cr = 400)
|
A (λmaks Co = 400)
|
Co2+ 0,0188
|
0,068
|
0,034
|
Co2+ 0,0376
|
0,010
|
0,016
|
Co2+ 0,0564
|
0,073
|
0,061
|
Co2+ 0,0752
|
0,048
|
0,064
|
VI.
Analisa
Data
1. Keaditifan
absorbansi larutan Cr3+, Co2+ dan Cr3+ + Co2+.
a. Cr3+
b. Co2+
c. Cr3+
+ Co2+
2. Nilai
k
a. Kurva
standar Cr3+ pada λCr
Perhitungan regresi :
x
|
y
|
x.y
|
x2
|
0,01
|
0,199
|
0,00199
|
0,0001
|
0,02
|
0,465
|
0,0093
|
0,0004
|
0,03
|
0,625
|
0,01875
|
0,0009
|
0,04
|
0,654
|
0,02616
|
0,0016
|
0,05
|
0,586
|
0,0293
|
0,0025
|
0,15
|
2,529
|
0,0855
|
0,0055
|
0,5058
0,03
b =
=
=
=
= 9,63
y
= ȳ + b ( x – x)
y1 =
0,5058 + 9,63
( 0,01- 0,03 ) =
0,3132
y2= 0,5058 + 9,63 ( 0,02 - 0,03)= 0,4095
y3 =
0,5058 + 9,63
( 0,03 - 0,03) =
0,5058
y4= 0,5058 + 9,63 ( 0,04 - 0,03) = 0,6021
y5= 0,5058 + 9,63 ( 0,05 - 0,03) = 0,6984
a. Sebelum
regresi
b. Setelah regresi
Penentuan nilai k :
Tg
α =
=
=
=
9,63
K
= 2,303 x Tg α
= 2,303 x 9,63
= 22,17789
b. Kurva
standar Cr3+ pada λCo
Perhitungan regresi :
x (M)
|
y (A)
|
x2
|
xy
|
0,01
|
0,19
|
0,0001
|
0,0019
|
0,02
|
0,47
|
0,0004
|
0,0094
|
0,03
|
0,617
|
0,0009
|
0,01851
|
0,04
|
0,658
|
0,0016
|
0,02632
|
0,05
|
0,625
|
0,0025
|
0,03125
|
∑x = 0,15
|
∑y = 2,56
|
∑x2 = 0,0055
|
∑xy = 0,08738
|
x =
y =
b =
=
=
=
=
10,58
y= y + b ( x – x)
y1
= 0,512 + 10,58 (0,01-0,03) = 0,3004
y2
= 0,512 + 10,58 (0,02-0,03) = 0,4062
y3
= 0,512 + 10,58 (0,03-0,03) = 0,512
y4
= 0,512 + 10,58 (0,04-0,03) = 0,6178
y5
= 0,512 + 10,58 (0,05-0,03) = 0,7236
Sebelum regresi
Setelah regresi
Penentuan
nilai k :
Tg α =
=
=
=
10,38
K =
2,303 x Tg α
=
2,303 x 10,38
=
23,90514
c. Kurva
standar Co2+ pada λCr
x
|
y
|
x.y
|
x2
|
0,0188
|
0,068
|
0,0012784
|
0,00035344
|
0,0376
|
0,01
|
0,000376
|
0,00141376
|
0,0564
|
0,073
|
0,0041172
|
0,00318096
|
0,0752
|
0,048
|
0,0036096
|
0,00565504
|
0,188
|
0,199
|
0,0093812
|
0,0106032
|
0,0975
0,047
b =
=
=
=
= 0,481665912
y
= ȳ + b ( x – x )
y1 =
0,0975+ 0,481665912 (0,0188 - 0,047) = 0,0839
y2= 0,0975+ 0,481665912 (0,0376 - 0,047) = 0,0929
y3 =
0,0975+ 0,481665912 (0,0564 - 0,047) = 0,1020
y4= 0,0975+ 0,481665912 (0,0752 - 0,047) = 0,1110
c. Sebelum
regresi
d. Setelah regresi
Penentuan
nilai k :
Tg α =
=
=
=
0,4840
K =
2,303 x Tg α
=
2,303 x 0,4840
=
1,1146
d. Kurva
standar Co2+ pada λCo
Perhitungan regresi :
x
|
y
|
x.y
|
x2
|
0,0188
|
0,034
|
0,0006392
|
0,00035344
|
0,0376
|
0,016
|
0,0006016
|
0,00141376
|
0,0564
|
0,061
|
0,0034404
|
0,00318096
|
0,0752
|
0,064
|
0,0048128
|
0,00565504
|
0,188
|
0,175
|
0,009494
|
0,0106032
|
0,04375
0,047
b =
=
=
=
= 0,718085106
y
= ȳ + b ( x – x )
y1= 0,04375+ 0,718085106 (0,0188 - 0,047) = 0,0235
y2= 0,04375+ 0,718085106 (0,0376 - 0,047) = 0,037
y3 = 0,04375+ 0,718085106 (0,0564 - 0,047) = 0,0505
y4= 0,04375+ 0,718085106 (0,0752 - 0,047) = 0,0639
e. Sebelum
regresi
f. Setelah regresi
Penentuan
nilai k :
Tg α =
=
=
=
0,7127
K =
2,303 x Tg α
=
2,303 x 0,7127
=
1,6415
3.
Analisis contoh
campuran
A = k. C C
=
a. Kurva
standar Cr3+ pada λCr
·
0,01
C =
=
= 8,97 x
·
0,02
C
=
=
= 0,0209
·
0,03
C
=
=
= 0,0281
·
0,04
C
=
=
= 0,0294
·
0,05
C
=
=
= 0,0264
b. Kurva
standar Cr3+ pada λCo
·
0,01
C =
=
= 7,94 x
·
0,02
C
=
=
= 0,0196
·
0,03
C
=
=
= 0,0258
·
0,04
C
=
=
= 0,0275
·
0,05
C
=
=
= 0,0261
c. Kurva
standar Co2+ pada λCr
·
0,0188
C =
=
=
0,0610
·
0,0376
C =
=
= 8,97 x
·
0,0564
C =
=
= 0,0654
·
0,0752
C
=
=
= 0,0430
d. Kurva
standar Co2+ pada λCo
·
0,0188
C =
=
=
0,0207
·
0,0376
C =
=
= 9,74 x
·
0,0564
C =
=
= 0,0371
·
0,0752
C =
=
= 0,0389
VII.
Pembahasan
Kobalt adalah suatu unsur
kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Co dan nomor
atom 27.
Elemen ini biasanya hanya ditemukan dalam bentuk campuran di alam. Elemen
bebasnya, diproduksi dari peleburan reduktif, adalah logam berwarna abu-abu
perak yang keras dan berkilau. Kromium adalah sebuah unsur kimia
dalam tabel periodik
yang memiliki lambang Cr dan nomor atom
24.
Percobaan
ini bertujuan untuk mengetahui cara menganalisis multi komponen campuran kobalt
dan krom dengan menggunakan spektronik 20.
Spektrofotometri
visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak
adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat
oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm. Salah satu
contoh spektrofotometer sinar tampak yaitu spektronik 20.
Prosedur
pertama yaitu memeriksa keaditifan larutan Cr3+ dan Co2+.
Langkah pertama yaitu mengencerkan
larutan CrCl3 0,188 M menjadi larutan dengan konsentrasi 0,02 M.
Setelah itu mengencerkan larutan CoCl2 0,188 M menjadi larutan
dengan konsentrasi 0,075 M. Mencampurkan larutan CrCl3 0,02 M dengan
CoCl2 0,075 M ke dalam labu ukur 25 ml. Kemudian
melakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 400 – 620 nm, tiap
kenaikan 20 nm dengan air sebagai blanko. Pengukuran ini dilakukan untuk
melihat apakah terjadi perbedaan absorbansi antara larutan Cr3+, Co2+
dan larutan campuran Cr3+ dan Co2+.
Kemudian
membuat 3 kurva dari hasil pengamatan yang diperoleh. Dari hasil pengamatan ini
dketahui bahwa panjang gelombang maksimum Cr3+, Co2+ dan
Larutan campuran Cr3+ + Co2+ adalah 400 nm. Hal ini tidak
sesuai dengan literatus, karena interkasi antara dua komponen akan menyebabkan
adanya perubahan spektrum absorbansi, tetapi dari dari hasil percobaan menghasilkan
hasil yang sama yaitu 400 nm panjang gelombang maksimumnya. Menurut Sikanna, R.
(2012), apabila dua komponen yang berlainan dicampurkan dalam satu larutan dan
dengan adanya interaksi maka akan merubah spektrum absorbsinya. Menurut
Anonim (2012), Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh interaksi dua komponen
tersebut yang dapat mengubah kemampuan mereka untuk
menyerap panjang gelombang tertentu dari sumber radiasi. Karena luasnya interaksi bergantung terhadapat
konsentrasi, terjadinya fenomena ini dapat menyebabkan penyimpangan dari hubungan linier antara serapan dan konsentrasi.
Efek yang sama kadang-kadang diamati dalam larutan yang mengandung konsentrasi
tinggi elektrolit. Kedekatan ion (selain faktor lain seperti temperatur)
mengubah absorptivitas molar dari spesies menyerap. Menurut Anonim (2012), hal
ini terjadi disebabkan adanya interaksi antara molekul ion krom dan kobalt
sehingga mempengaruhi jumlah aljabar dari absorpsi dua larutan masing-masing
komponen yang terpisah. Dari hasil pengamatan yang diperoleh larutan tidak
bersifat aditif dikarenakan ketiga larutan menghasilkan panjang gelombang
masimum yang sama yaitu 400 nm, karena campuran tersebut dikatakan aditif
apabila menghasilkan absorbansi berbeda dari komponennya.
Prosedur kedua yaitu penentuan nilai k,
dimulai dengan menyiapkan larutan dengan konsentrasi Cr3+
yaitu 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M, Co2+ yaitu 0,0188;
0,0375; 0,0564; 0,0752 M. Kemudian mengukur masing-masing konsentrasi larutan pada
λmaks Cr3+ dan λmaks
Co2+. Menurut
Anonim (2012), berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasi. Jadi semakin besar konsentrasi maka semakin tinggi nilai
absorbansi yang diperoleh, dari hasil pengamatan yang diperoleh hanya satu yang
sesuai literatur yaitu pengukuran konsentrasi Cr3+ λmaks
Co2+. Hal ini dapat terjadi kesalahan pada proses pengenceran. Dan
tidak steril ketika melakukan pengukuran absorbansi.
Maka
dari hasil pengukuran absorbansi tersebut dapat membuat 4 (empat) kurva standar
yaitu kurva standar Cr3+ pada λmaks Cr3+ , Kurva standar Cr3+ pada λmaks
Co2+, kurva standar Co2+ pada λmaks
Cr3+ dan kurva standar Co2+ pada λmaks Co2+.
Nilai K masing–masing adalah 22,17789; 23,90514;
1,1146
dan 1,6415. Dari hasil yang diperoleh bahwa nilai k dari larutan
akan selalu lebih tinggi nilainya, apabila dilakukan pada panjang gelombang
pada sesama jenis atomnya.
Prosedur
yang terakhir adalah menentukan komposisi campuran yang sebelumnya telah diukur
A
(absorban) larutan itu tersebut pada λCr dan λCo. Komposisi
untuk pengukuran Cr3+ pada λCr dan Cr3+ pada λCo dengan
konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05 M adalah masing-masing adalah 8,97
x
; 0,0209; 0,0281; 0,0294; 0,0264 dan 7,94 x
; 0,0196; 0,0258; 0,0275; 0,0261. Sedangkan
komposisi pada pengukuran Co2+ pada λCr dan Co2+ pada
λCo dengan konsentrasi 0,0188; 0,0375; 0,0564; 0,0752 M masing-masing
adalah 0,0610; 8,97 x
; 0,0654; 0,0430 dan 0,0207; 9,74 x
; 0,0371; 0,0389.
VIII.
Penutup
7.1 Kesimpulan
Dari
hasil pengamatan yang diperoleh da[at disimpulkan sebagai berikut
1. Campuran
Cr3+ + Co2+ dapat dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometri visibel yaitu spektronik 20.
3. Kromium adalah sebuah unsur kimia
dalam tabel periodik
yang memiliki lambang Cr dan nomor atom
24.
4. Spektrofotometri
visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak
adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia yaitu panjang gelombang
400-800 nm.
5. Adanya
pencampuran tidak menyebabkan perubahan apa-apa pada panjang gelombang
maksimumnya yaitu tetap 400 nm, campuran tidak bersifat aditif.
6. Semakin
tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula absorbansi larutan, konsentrasi dan
absorbansi berbanding lurus.
7. K
dapat diperoleh dari kemiringan kurva standar.
8. Nilai
K untuk kurva standar yaitu Cr3+ pada λmaks Cr3+ , Kurva standar Cr3+ pada λmaks
Co2+, kurva standar Co2+ pada λmaks
Cr3+ dan kurva standar Co2+ pada λmaks Co2+
masing-masing adalah 17,8252; 23,90514;
1,1146
dan 1,6415.
9. Semakin
tinggi konsentrasi maka semakin tinggi nilai K.
7.2 Saran
Disarankan
agar semua prosedur pada penuntun praktikum dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012. Analisis Instrumen. (http://www.chem-is-try.org)
diakses pada tanggal 29 Desember 2012.
Anonim.
2012. Analisis Multi Komponen Campuran
Kobalt dan Krom dengan Spektrofotometri Visibel.
(http://fatmakyoshiuzumaki.wordpress.com) diakses pada tanggal 29 Desember 2012.
Anonim.
2012. Spektrofofmetri Sinar Tampak. (http://wanibesak.wordpress.com) diakses pada
tanggal 30 Desember 2012.
Anonim.
2012. Percobaan I. (http://id.scribd.com
) diakses pada tanggal 29 Desember 2012.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press.
Jakarta.
Sikanna,
R. 2012. Penuntun Praktikum Analisis
Instrumen. Jurusan kimia FMIPA UNTAD. Palu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar